Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang mengembalikan kerugian negara sebesar Rp13,25 triliun merupakan bukti nyata dari implementasi sikap tegas Presiden Prabowo Subianto dalam pemberantasan korupsi.
Menurutnya, arahan Presiden Prabowo agar aparat penegak hukum tidak ragu menindak koruptor mendorong institusi seperti Kejagung bekerja lebih keras dan terbuka dalam penegakan hukum.
“Mungkin karena Pak Prabowo mengatakan akan mengejar koruptor sampai ke Antartika,” ujar Fickar, Senin (3/11/2025).
“Hal ini yang mendorong Kejagung bekerja maksimal, tidak hanya mengejar pemidanaan pelaku, tetapi juga memastikan pengembalian kerugian negara.”
Langkah Kejagung Dinilai Efektif dan Transparan
Fickar menilai, pendekatan Kejagung yang tidak hanya fokus pada hukuman badan, tetapi juga pada pengembalian uang negara, merupakan praktik baik dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi.
“Penegak hukum di bawah Presiden, baik kejaksaan maupun polisi, kini bekerja keras dan terbuka. Itu bagus,” katanya.
Ia menyebut, langkah tersebut mencerminkan perubahan pendekatan yang lebih berorientasi pada pemulihan kerugian negara dibanding sekadar penghukuman semata.
Uang Pengembalian Tak Bisa Langsung Digunakan
Meski demikian, Fickar menegaskan bahwa dana hasil pengembalian kerugian negara tersebut tidak bisa langsung digunakan oleh pemerintah.
“Penggunaan uang itu tidak bisa sembarangan karena tetap harus masuk ke APBN,” jelasnya. “Ini termasuk kategori pendapatan negara nonpajak, sehingga pengeluarannya pun harus melalui perencanaan dan mekanisme APBN.”
Fickar menambahkan, transparansi dalam pengelolaan dana hasil pengembalian korupsi sangat penting untuk memastikan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan lembaga penegak hukum tetap terjaga.
Source: Liputan6.com



































