Menelisik Kembali Sejarah Ketoprak

1

Jakarta – Upaya menelusuri sejarah suatu makanan tradisional kerap menghadapi tantangan yang pelik, terutama disebabkan oleh keterbatasan referensi ilmiah dan dokumen sejarah yang tersedia dan dapat diakses.

Kepelikan itu kian membelukar oleh lalu lalang informasi di dunia digital yang sering tidak dapat dirunut hingga ke sumber yang sahih.

Sering informasi tersebut dihasilkan melalui pengutipan yang gegabah, jauh dari kaidah ilmiah.

Ketoprak adalah salah satu jenis makanan tradisional Indonesia yang kisahnya terperangkap di dalam belukar informasi itu sehingga menjadikan sejarahnya masih buram.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia VI Daring 2016 (KBBI VI) ketoprak dideskripsikan sebagai makanan (khas Jakarta) terdiri atas ketupat, tahu goreng, kerupuk, dan taoge yang dibubuhi bumbu kacang yang berkecap.

Sekurang-kurangnya ada tiga penggalan sejarah yang perlu diuji pada deskripsi itu: asal nama, isi atau bahan, dan daerah asal ketoprak.

Makna dan Asal Nama

KBBI VI memuat 3 entri ketoprak, yang masing-masing merujuk kepada nama sandiwara tradisional, makanan, dan sejenis ikan air tawar. Penelusuran terhadap istilah ketoprak di masa lalu menghasilkan paling tidak dua cerita menarik.

Pertama, makna ketoprak atau katoprak di masa lalu lebih beragam dibandingkan maknanya sekarang.

Paling tidak, ada lima makna ketoprak di awal abad ke-20, yaitu nama sandiwara tradisional, nama sejenis ikan, istilah untuk menggambarkan suara kuda berlari, nama makanan olahan tahu, dan nama kue kering.

Kedua, istilah ketoprak tampaknya baru dikenal pada akhir abad ke-19.

Dalam sumber tertua yang berhasil dilacak (1900) disebutkan tentang pertunjukan ketoprak pada suatu perayaan pernikahan puteri pejabat.
Dalam sumber berikutnya, tahun 1904, ketoprak disebutkan sebagai kata Jawa yang merupakan padanan karapak dalam bahasa Madura, yang berarti suara kuda berlari.

Makna katoprak sebagai nama sejenis ikan terlacak dalam buku tahun 1918.

Ketoprak sebagai makanan olahan tahu muncul dalam sebuah buku resep tahun 1930, sedangkan ketoprak sebagai kata dalam bahasa Jawa yang merupakan padanan untuk keringan atau kue kering muncul pada 1934.

Di antara makna tersebut, ketoprak sebagai sandiwara tradisional adalah yang paling dominan.

Tidak terdapat relasi yang kuat di antara lima makna tadi yang dapat menjadi petunjuk dari mana nama hidangan ketoprak berasal.

Cara berikutnya yang kemudian dilakukan untuk memburu asal mula ketoprak ialah dengan merunut istilahnya mulai dari sumber-sumber mutakhir hingga ke asalnya.

Dalam beberapa referensi ilmiah dan berbagai situs web, termasuk Wikipedia, ketoprak disebutkan sebagai singkatan dari ketupat toge digeprak atau ketupat tahu toge digeprak.

Kata digeprak disebutkan berasal dari bahasa Betawi yang berarti dipukul.

Kuat dugaan bahwa deskripsi ini sekadar spekulasi yang dapat dipatahkan dengan berbagai fakta sederhana.

Pertama, dalam Kamus Bahasa Betawi terbitan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta (2023), digeprakin artinya adalah berulang-ulang dipukul atau dijolok (tentang buah-buahan). Sementara untuk bahan makanan atau bumbu yang dilumatkan, istilahnya sama dengan bahasa Indonesia, diulek.

Kedua, anggaplah digeprak itu maksudnya dilumatkan atau diulek.

Dalam pembuatan ketoprak, baik ketupat, taoge, maupun tahu, tidak diulek atau dilumatkan. Bahan yang dilumatkan ialah kacang tanah dan bumbu-bumbu lain.

Ketiga, dalam Kamus Bahasa Indonesia resmi tahun 2008 (KBBI 2008) ketoprak dideskripsikan sebagai makanan (khas Jakarta) terdiri dari tahu goreng, kerupuk, dan taoge yang dibubuhi bumbu yang berkecap.

Sementara itu dalam Kamus Bahasa Betawi, ketoprak disebut sebagai penganan (dibuat dari tahu, tempe, taoge, dan sebagainya). Ketupat tidak wajib ada dalam ketoprak, menurut dua kamus ini.

Keempat, pelacakan terhadap informasi digital tertua terkait akronim berpangkal pada dua sumber, yakni artikel di blog pribadi bertanggal 26 Oktober 2015 dan artikel di sebuah media digital bertanggal 7 Januari 2016.

Di artikel pertama, ketoprak disebut sebagai singkatan dari ketupat, tahu, taoge, bihun praktis.

Di artikel kedua disebutkan bahwa etimologi ketoprak masih kabur, tetapi masyarakat Betawi banyak yang meyakini bahwa nama ketoprak adalah singkatan dari kata ketupat, taoge, dan digeprak.

Singkat kata, hujah ketoprak sebagai suatu akronim lemah dan lebih merupakan kreativitas orang Indonesia pada abad ke-21 ini.

Suatu kreativitas yang serupa dengan perkedel yang disebut sebagai singkatan dari persatuan kentang dan telur atau putu yang konon merupakan singkatan dari pencari uang tenaga uap.

Ada pula cerita yang berkisah tentang seseorang yang mencoba membuat suatu makanan yang berbeda.

Ia membuat ulekan bawang putih, kacang tanah, dan cabai, yang kemudian disiramkannya ke atas bihun, tahu, dan ketupat.

Terjadi kecelakaan kecil sesudahnya. Ia tak sengaja menjatuhkan piring berisi makanan kreasinya itu dan mengeluarkan bunyi ketuprang.

Dari sanalah ia menamakan makanan buatannya dengan ketoprak.

Sejauh yang dapat ditelusuri, jejak digital ketuprang sebagai asal nama dari ketoprak terhenti pada status Facebook seseorang bertanggal 7 Mei 2016.

Kuat dugaan bahwa cerita ini merupakan karangan belaka.

Singkat cerita, etimologi ketoprak sebagai nama suatu makanan masihlah gelap.

Gelap itu tampak kian pekat dengan tidak ditemukannya satu pun referensi lama baik berupa artikel di surat kabar atau majalah, buku, maupun kamus yang memuat asal nama ketoprak.

Bahkan tidak berhasil ditemukan satu pun kamus hingga 1960 yang menyertakan entri ketoprak sebagai makanan, termasuk Kamus Bahasa Indonesia yang disusun oleh W.J.S Poerwadarminta pada 1954.

Hingga 1949, terdapat 54 buku resep masakan Indonesia yang berhasil dilacak.

Hanya satu yang memuat resep ketoprak, yaitu buku Indisch kookboek terbitan 1930.

Di sana disebutkan bahwa ketoprak hanya terdiri dari tahu goreng dan taoge yang direbus sebentar, serta saus atau kuah yang terbuat dari bawang putih, cabai merah, kecap asin, air, garam, dan seledri.

Seiring waktu, ketoprak berkembang menjadi banyak varian dengan menyertakan aneka bahan lain.

Selain tahu goreng dan taoge, pada ketoprak juga kemudian dapat disertakan kol, irisan bawang bombay, ketupat, dan bihun. Ketupat dan bihun bahkan kini merupakan bahan utama ketoprak.

Pada saus atau kuah dapat ditambahkan aneka bahan seperti kecap manis, petis, terasi, cuka, jeruk nipis, garam, gula dan lain-lain, serta yang paling utama ialah kacang goreng yang diulek yang kemudian menjadi penanda saus ketoprak. Sebagai pelengkap dapat juga ditambahkan kerupuk, emping, bawang goreng, irisan timun, dan lain-lain.

Satu hal yang selalu sama pada setiap varian ialah ketoprak merupakan makanan yang disiram dengan saus atau kuah.

Bahan yang selalu ada ialah tahu goreng dan taoge, sedangkan yang selalu ada pada saus adalah kecap, baik asin maupun manis, yang diencerkan dengan air.

Dengan demikian, dalam bentuknya yang paling tua, ketoprak lebih mirip tahu gejrot atau kupat tahu ketimbang gado-gado, pecel, karedok, ataupun lotek.

Ketoprak, tahu gejrot dan kupat tahu sama-sama merupakan hidangan tahu, dengan perbedaan utama berupa penambahan taoge rebus pada ketoprak dan kehadiran ketupat pada kupat tahu.

Pada 12 Februari 1980 harian Het Parool yang terbit di Amsterdam memuat artikel pendek berisikan pengalaman seorang Belanda makan ketoprak yang disebutnya sebagai salah satu hidangan tahu paling lezat.

Selain tidak menemukan kaitan antara ketoprak makanan dengan ketoprak sandiwara, ia juga menyebutkan bahwa ketoprak merupakan hidangan tahu yang dapat dijumpai di Jakarta hingga Jawa Timur.

Ia tidak menyebut daerah tertentu sebagai tempat kelahiran ketoprak.

Beberapa wilayah seperti Jawa Tengah, Jakarta, dan Cirebon disebutkan di berbagai sumber digital sebagai daerah asal ketoprak.

Paling tidak, tiga kamus utama, yaitu KBBI VI, KBBI 2008, dan Kamus Bahasa Indonesia – Bahasa Inggris tahun 2000 menyebut Jakarta sebagai daerah asal ketoprak.

Sesuatu yang logis, karena ketoprak memang sangat mudah dijumpai di Jakarta. Terlebih, beberapa artikel pada 1948 dan 1951 menyebutkan tentang adanya kios atau warung yang menjual ketoprak di Jakarta.

Tetapi, jika ditinjau dari kedekatan versi awal ketoprak dengan tahu gejrot yang khas Cirebon atau dengan kupat tahu dari Jawa Tengah, bukan tak mungkin ketoprak lahir di Cirebon atau Jawa Tengah.

Apalagi, para pedagang ketoprak di Jakarta umumnya merupakan pendatang, yang boleh jadi dari Jawa dan Cirebon.

Sayangnya, masa lalu tahu gejrot dan kupat tahu bahkan lebih gelap ketimbang ketoprak.

Tidak satu pun referensi sebelum 1980 yang memuat frasa tahu gejrot dan kupat tahu.

Hanya ada satu sumber yang memuat tahu kupat, yaitu iklan sebuah restoran China-Suriname bernama Chung Fa Foei Kon yang menyediakan hidangan khas Indonesia seperti nasi goreng, satai ayam, gado-gado, dan tahu kupat dengan taoge.

Lebih jauh, kedua makanan itu belum tercantum sebagai entri di KBBI 2008.

Sangat mungkin sejarah keduanya lebih muda ketimbang ketoprak, sehingga pengaitan keduanya untuk mengarah ke daerah asal ketoprak menjadi lemah.

Tampaknya setakat ini kita masih perlu berbesar hati bahwa etimologi dan daerah asal ketoprak masih merupakan tanda tanya.

Boleh jadi, ia akan menjadi tanda tanya selamanya.

Paling tidak, semak belukar yang menghalangi ketoprak berjumpa dengan asal mulanya telah sedikit banyak dibersihkan melalui tulisan ini.

Tidak masalah ketoprak pada hari ini telah mendapatkan deskripsi dan penanda baru yang berbeda dengan semula.

Begitulah budaya. Pun begitulah makanan. Perubahan akan terus terjadi dan setiap definisi sangat mungkin untuk diperbarui.(detik.com)

BAGIKAN

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.