Indonesia menjadi negara peringkat ketiga Fatherless Country di Dunia yang dapat memiliki dampak negatif untuk anak dimasa depannya.
Istilah “Fatherless” sendiri digunakan untuk menggambarkan anak-anak yang dibesarkan tanpa kehadiran seorang ayah dalaam kelurga mereka menurut Dra. Ike Anggraika, M.Si., psikolog dan staf pengajar di Laboratorium Life-span Development, Fakultas Psikologi (FPsi) Universitas Indonesia (UI).
Ketidak hadiran seorang ayah biasanya terjadi akibat perceraian atau budaya patriaki Indonesia dimana ibu lah yang harus merawat anak. Padahal cerai atau tidaknya ayah dan ibu, tugas merawat seorang anak adalah tanggung jawab ayah dan ibu.
Anak-anak yang dibesarkan tanpa sosok seorang ayah cenderung mengalami masalah emosional seperti kesulitan mengenali, mengekspresikan, memahami dan mengeleola emosi bahkan anak perempuan yang tidak memiliki kedekatan dengan ayahnya dapat terjebak dalam hubungan yang toxic.
Selain itu, anak juga akan lebih cepat untuk dewasa, rendahnya control diri, penurunan nilai akademik dan masalah mental lainya. Jadi, peran sang ayah dalam memenuhi tangki cinta sang anak sangat lah penting.
Banyak hal tidak baik dan diluar nalar yang terjadi akhir-akhir ini dimana peran orang tua akan sangat membantu seorang anak menjalani hidup yang bahagia dan aman. Seorang anak tidak hanya membutuhkan materi dari kedua orang tuannya, peran serta kasih sayang nyata juga kebutuhan yang harus dipenuhi.
Ingatlah, orang tua punya tanggung jawab masing-masing. Orang tua juga terdiri dari ayah dan ibu. Jika hanya ibu yang memiliki tanggung jawab merawat seorang anak, memberikan kasih sayang juga mengajari seorang anak, untuk apa ada ayah dalam arti orang tua seutuhnya. Bukankah Ayah juga ingin diperlakukan sebagai orang tua dari anak-anaknya?. (April)
