JAKARTA – Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi PKB Rano Alfath tidak setuju usulan Ketua DPP PDI-P, Deddy Yevri Sitorus yang meminta agar institusi Polri dikembalikan di bawah institusi TNI atau Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Enggak setuju lah. Sudah lah. Ini sudah bener jadi mitra Komisi III,” kata Rano di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (29/11/2024).
Dia mengatakan, aturan terkait Polri sudah jelas. Menurutnya, Polri juga sudah memisahkan diri dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
“Ini kan demokrasi kita sudah melakukan pemisahan itu dengan baik, masa mau disatukan lagi,” ujarnya. Wakil Ketua Umum PKB ini juga menyebut Polri selama ini sudah berkinerja baik.
“Polri aturannya kan sudah jelas. Menurut saya hari ini, Polri selama ini telah melakukan tupoksinya sesuai dengan aturan yang ada,” ucapnya lagi.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Demokrasi Hinca Panjaitan menyebut usulan dari PDI-P ini sudah berlangsung cukup lama.
Meski begitu, Hinca menghormati gagasan tersebut. “Jadi begitu juga waktu Demokrat berkuasa 10 tahun.
Isu ini juga ada dan terus berlangsung. Nah, kalau kemudian PDIP masih terus menyampaikan itu kita hormati gagasan itu,” kata Hinca.
Politikus Partai Demokrat ini menilai, dalam sistem ketatanegaraan saat ini masih agak sulit sekali menaruh Kepolisian berada di bawah kementerian.
“Beda topografinya, beda suasananya, beda kondisinya, dan beda masyarakatnya,” ucapnya.
Diketahui, usulan ini disampaikan PDI-P menyusul hasil Pilkada Serentak 2024 di sejumlah wilayah.
Sebab, PDI-P merasa kekalahan mereka di wilayah-wilayah tersebut disebabkan oleh pengerahan aparat kepolisian atau “parcok” (partai cokelat).
“Kami sedang mendalami kemungkinan untuk mendorong kembali agar Kepolisian Negara Republik Indonesia kembali di bawah kendali Panglima TNI atau agar Kepolisian Republik Indonesia dikembalikan ke bawah Kementerian Dalam Negeri,” ujar Ketua DPP PDI-P, Deddy Yevri Sitorus, dalam jumpa pers, Kamis (28/11/2024).
Dia berharap, DPR RI nantinya bisa bersama-sama menyetujui agar tugas polisi juga direduksi sebatas urusan lalu lintas, patroli menjaga kondusivitas perumahan, serta reserse untuk keperluan mengusut dan menuntaskan kasus-kasus kejahatan hingga pengadilan.
Deddy menyinggung bahwa “parcok” ini tidak terlepas dari “Jokowisme” yang dinilai masih mengintervensi proses elektoral pada Pilkada Serentak 2024, termasuk di Jawa Tengah.
“Bagaimana politik ala Jokowisme yang merupakan sisi dalam demokrasi ini bisa bekerja? Dia tentu membutuhkan instrumen.
Apa instrumen yang dipakai dengan politik pemilu ala Jokowisme ini? Tentu sesuatu yang sangat besar, berjalanan kuat, punya kemampuan untuk melakukan penggalangan dana, penggalangan kelompok-kelompok tertentu yang sudah menjadi pengetahuan publik.
Sekarang kita mengenal partai cokelat,” jelas dia.(Kompas.com)