Ini yang dirasakan Paspampres jika Presiden RI terancam di luar negeri

16
Paspampres Siaga Mengawal Presiden
Paspampres Siaga Mengawal Presiden

Jakarta, Katakota.com — Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas keselamatan Presiden Republik Indonesia. Sejak era Presiden Soekarno mereka sudah bertaruh nyawa untuk mengawal keselamatan presiden. Berkali-kali juga anggota Paspampres menjadi tameng hidup untuk melindungi Presiden.

Mata dan telinga mereka selalu waspada terhadap keadaan sekitar. Jika Presiden berkunjung ke tempat yang penuh risiko, Paspamres akan melakukan berbagai tindakan untuk memastikan keselamatan Presiden.

Letnan Jenderal (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin bercerita bagaimana pengalamannya saat mengawal Presiden Soeharto. Di era 1990an, Sjafrie menjabat sebagai komandan Grup A Paspampres dan kenyang dengan aneka pengalaman menegangkan.

Misalnya saat mengawal Presiden Soeharto berkunjung ke Bosnia yang waktu itu sedang dalam kondisi perang dengan Serbia.

Rasa cemas pasti ada. Namun sebagai militer profesional yang terlatih, mereka akan terus menganalisa keadaan sekitar dan membuat aneka skenario jika presiden menghadapi bahaya.

Di Bosnia bahkan Sjafrie ikut mengenakan kopiah untuk menyamarkan target dari bidikan sniper. Artinya dia sudah siap mengorbankan diri menjadi umpan sniper agar Presiden Soeharto selamat. Besar sekali risikonya, tapi itulah tugas Pasmpapres.

Pengalaman lain adalah saat Sjafrie mengawal Presiden Soeharto ke Jerman tahun 1995. Soeharto datang untuk menghadiri Hannover Fair, sebuah pameran perdagangan akbar yang diikuti pengusaha dari seluruh dunia.

Sjafrie sudah mendapat informasi intelijen akan adanya gangguan terhadap Presiden Soeharto di Jerman. Sejumlah aktivis Timor Timur yang mencari suaka ke Eropa akan menyambut kedatangan Presiden dengan aksi unjuk rasa. Hal ini bisa membahayakan keamanan RI-1.

Di kota Hannover, mereka tak bisa menjalankan aksinya karena pengawalan dari pemerintah Jerman ketat. Maka mereka mencoba menggelar aksi di kota selanjutnya, Dresden.

Saat itu Presiden Soeharto berjalan kaki menuju Museum Wright. Kerumunan orang mendekat. Di depan Soeharto mereka membuka mantel mereka, terlihatlah kaos-kaos bertuliskan Fretilin. Gerakan Timor Timur yang memperjuangkan kemerdekaan dari Indonesia.

Mereka tak cuma berteriak-teriak tapi melempari rombongan Presiden RI dengan telur dan mengibarkan bendera Fretilin.

Aparat keamanan Jerman Timur kaget namun tak bereaksi apa-apa. Mungkin mereka malah menyangka kerumunan orang itu sengaja menyambut presiden dengan kertas dan bendera sambutan. Situasi genting karena saat itu pengawal Presiden Soeharto cuma tiga orang.
“Saya sendiri mengambil suatu tindakan taktis, yaitu kalau tangan saya sampai mereka sentuh, senjata saya harus digunakan. Jadi tangan kiri saya gunakan untuk memberi batas, sementara tangan kanan saya sudah di sarung pistol,” kata Sjafrie dalam buku Pak Harto The Untold Stories.

Mengeluarkan Presiden Soeharto setelah acara di Museum selesai pun bukan perkara mudah. Sjafrie segera membuat skenario, RI-1 keluar lewat pintu samping dengan mobil biasa. Sementara anggota rombongan lain tetap keluar dari pintu utama yang dipenuhi demonstran LSM asing anti-Indonesia.

Tentu saja para demonstran kecewa karena melihat Presiden Soeharto tak ada di antara rombongan. Mereka pun berdemo di depan Hotel Kempinski, tempat delegasi Indonesia menginap. Dari jendela Sjafrie melihat mereka menawarkan uang pada orang-orang yang lewat agar mau ikut berdemonstrasi.

Melihat kondisi seperti itu, ada menteri yang meminta Pak Harto membatalkan acara undangan dari pemerintah kota setempat dan tetap berada di hotel. Namun Pak Harto tetap menegaskan hadir.

Sjafrie melihat lokasi acara. Dia bahkan sampai menghitung jumlah anak tangga dan mengatur berbagai skenario jika ada bahaya. Dia memutuskan Presiden Soeharto akan berangkat belakangan dengan mobil biasa, sementara seorang menteri akan pura-pura menjadi presiden Soeharto dan ikut dalam rombongan resmi dengan pengawalan khusus.

“Ternyata para demonstran sudah menghadang dengan berbaring di tengah jalan. Tetapi sekali lagi mereka terkecoh karena yang mereka adang adalah rombongan menteri,” kata Sjafrie.
Dia kemudian berbicara pada Soeharto jika nanti terpaksa mencari jalan tikus dan menggunakan rencana taktis tanpa aturan protokoler.

“Yang penting kita sampai tujuan,” jawab Pak Harto dengan tetap tenang. Mungkin pengalaman sebagai militer selama puluhan tahun membuat Presiden Soeharto tak mudah panik menghadapi aneka situasi.

Presiden tiba di lokasi dengan aman hingga kembali. Sjafrie pun menarik napas lega. Misinya mengawal Presiden Soeharto di Jerman sukses.

 

Sumber : Merdeka.com
Uploader : Cecep R.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.