Kisah Pilu Repan Warga Baduy Korban Begal di Jakpus: Ditolak RS saat Berobat

2

Seorang warga Baduy Dalam bernama Repan menjadi korban pembegalan hingga mengalami luka bacok di tangan kiri saat berjualan madu di wilayah Cempaka Putih, Jakarta, pada Minggu (26/10).

Korban mengaku dibegal oleh empat pria tak dikenal saat berjalan seorang diri di Jalan Pramuka, Rawasari, Cempaka Putih, sekitar pukul 03.00 WIB.

Korban yang terluka sempat mendatangi rumah sakit terdekat untuk meminta pertolongan, namun ditolak karena tidak memiliki KTP. Sementara para pelaku berhasil kabur membawa barang-barang korban.

Kasus itu kini telah ditangani kepolisian setelah korban melaporkan kejadian yang menimpanya ke Polsek Cempaka Putih pada Minggu (2/11) dengan nomor laporan polisi LP/B/83/XI/2025/SPKT/POLSEK CEMPAKA PUTIH/POLRES METRO JAKPUS/POLDA METRO JAYA.
Kepala Desa Kanekes, Oom, membenarkan peristiwa tersebut. Menurutnya, korban masih berada di Jakarta untuk pemulihan luka akibat sabetan senjata tajam serta menjalani pemeriksaan polisi.
Nah Sabtu kamari urang geus nengok ka Jakarta, geus katimu jeung si Repan (Sabtu kemarin saya sudah nengok ke Jakarta, sudah ketemu sama si Repan),” kata Oom, Selasa (4/11).
Oom menjelaskan, korban mengaku dibegal oleh empat pria tak dikenal saat berjalan seorang diri di Jalan Pramuka, Rawasari, Cempaka Putih, sekitar pukul 03.00 WIB.
Si Repan eta jualan di daerah Rawasari. Nah sekitar jam 3 subuh, eta datang jalema duaan ngajambret, terus dilawan ku manehna. Pas dilawan, jol duaan deui. Tiba-tiba ngabacok kana pipi, tapi pipina mah luka saeutik doang, teu tembus kana kulit (Si Repan jualan di daerah Rawasari. Sekitar jam 3 subuh, datang dua orang menjambret lalu dilawan oleh Repan. Saat dilawan, datang lagi dua orang dan langsung membacok ke arah pipi, tapi hanya luka sedikit, tidak tembus kulit),” jelas Oom.
Terus dihanteum deui si Repan di sebelah kiri kana awakna, ngan awakna teu kunaon, ngan robek doang kaosna. Terus rek dibacok hulu na, ngan ditangkis ku si Repan, nu mantak aya luka bacok di leungeunna 10 jahitan (Lalu Repan dipukul di badan sebelah kiri, tapi tidak apa-apa, hanya robek bajunya. Saat mau dibacok ke kepala, ditangkis oleh Repan, sehingga tangannya terluka dan dijahit 10 jahitan),” sambungnya.
Oom menuturkan, korban yang terluka sempat mendatangi rumah sakit terdekat untuk meminta pertolongan, namun ditolak karena tidak memiliki KTP. Sementara para pelaku berhasil kabur membawa barang-barang korban.
Nu ngabacok mah kabur. Seketika geus dibacok, eta korban ngadatangan rumah sakit, ngan teu ditangani soalnya pas ditanya KTP, eta teu boga, ja orang Baduy Jero (Yang membacok sudah kabur. Setelah dibacok, korban ke rumah sakit tapi tidak ditangani karena tidak punya KTP, kan orang Baduy Dalam),” ujar Oom.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) angkat bicara soal warga Baduy Dalam, penjual madu, Repan, ditolak oleh rumah sakit di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Minggu (2/11) karena tak punya KTP. Ia dibegal lalu mengalami luka bacok di tangan kiri.

“Kalau memang kondisi darurat, mesti ditangani lebih dulu,” kata jubir Kemenkes Aji Muhawarman pada Selasa (4/11).
Aji pun menegaskan, sebaiknya rumah sakit yang menolak harus dibuka. “Ditolak siapa?” tutur dia.

Kepala Divisi Penanganan Kasus Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Sinung Karto, menyoroti rumah sakit di Jakarta yang tak segera menangani warga Baduy Dalam yang terluka.

Alasan RS tak segera menangani adalah warga Baduy Dalam tersebut tidak memiliki KTP. Padahal menurut Sinung, harusnya sudah menjadi pengetahuan umum soal warga Baduy Dalam bisa jadi belum memiliki KTP.
“Harusnya RS menyingkirkan sisi administrasi karena KTP kan cuma administrasi. Harusnya RS mengedepankan aspek kemanusiaan,” kata Sinung saat dihubungi kumparan, Selasa (4/11).
“Apalagi orang ini membutuhkan pertolongan,” lanjut Sinung.
Selain itu, menurut Sinung, harusnya masyarakat Baduy Dalam ini dapat dikenali. “Enggak asing bagi orang-orang yang tinggal di Jakarta,” katanya.
Menurut Kepala Desa Kanekes, Oom, selain mengalami luka bacok, korban juga kehilangan uang hasil jualan madu sebesar Rp 3 juta, 10 botol madu, dan satu unit ponsel yang dipinjam dari orang lain.
“Pengakuan korban mah duit Rp 3 juta, madu 10 botol, jeung handphone menang nginjeum nu dibawa kabur ku pelaku eta (Pengakuan korban, uang Rp 3 juta, 10 botol madu, dan ponsel pinjaman dibawa kabur pelaku),” katanya pada Selasa (4/11).
Oom berharap aparat kepolisian segera mengusut kasus tersebut dan menangkap para pelaku agar masyarakat Baduy yang datang ke Jakarta merasa aman. Ia bahkan siap membantu proses pencarian bila diperlukan.
Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani Chaniago, menilai tindakan rumah sakit itu tidak manusiawi.
“Rumah sakit kan bukan hanya cari untung! Nilai kemanusiaannya juga harus dipertimbangkan!” kata Irma saat dihubungi, Selasa (4/11).
Ia menegaskan, rumah sakit seharusnya memprioritaskan kondisi darurat tanpa mempersoalkan administrasi.
“Apa lagi jelas ini terkait masyarakat adat yang memang tidak punya KTP apa lagi kartu BPJS,” ujar politikus Partai NasDem itu.
Menurut Irma, penolakan itu mencerminkan kurangnya empati dari pihak rumah sakit.

“Rumah sakitnya aja yang tidak punya empati,” ucapnya.

Kepala Desa Kanekes, Oom, mengungkapkan kondisi warga Baduy Dalam bernama Repan yang dibacok oleh para pelaku begal saat sedang berjualan madu di daerah Cempaka Putih, Jakarta. Menurut Oom kondisi Repan membaik meski lukanya belum kering.
Menurut Oom, saat ini Repan terpaksa harus tinggal di rumah seseorang yang dikenalnya di daerah Tanjung Duren, Jakarta, lantaran masih harus menunggu proses pemeriksaan aparat kepolisian rampung. Repan tinggal di rumah seorang yang dipanggil ‘Pak Melo’.
“Sehat pas saya ke Jakarta juga, cuma masih dijahit aja belum dibuka jahitannya. Soalnya jahitannya dalam meski cuma 10 jahitan aja. Sekarang Repan ada di Jakarta di Tanjung Duren di rumah Pak Melo,” kata Oom, Selasa (4/11).
Meski begitu pihak keluarga belum bertemu sama sekali dengan Repan usai insiden pembegalan terjadi pada Minggu (26/10) lalu.
Hal itu bukan tanpa sebab. Aturan dari tradisi Baduy Dalam melarang warganya bepergian menggunakan kendaraan apa pun. Sehingga, untuk bertemu dengan Repan, keluarga hanya boleh dengan berjalan kaki.
Source : Kumparan.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.