Katakota.com, -Lembaga Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menilai jika PT First Media Tbk dan PT Internux (Bolt) tidak bisa mengajukan proposal perdamaian kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Menurut Direktur eksekutif CITA, Yustinus Prastowo berdasarkan pasal 9 ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang.
Pada pasal disebutkan bahwa untuk mengajukan permohonan penundaan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke Menkominfo Rudiantara selambat-lambatnya 20 hari sebelum jatuh tempo.
“Faktanya utang PNBP PT First Media Tbk dan PT Internux (Bolt) telah jatuh tempo sejak 17 November 2018 lalu. Dengan demikian, secara administratif permohonan penundaan, pengangsuran, maupun penjadwalan ini sudah tidak dapat diajukan lagi,” ucap Yustinus melalui keterangan tertulis pada Jumat (23/11)
Yustinus mengatakan bahwa dalam pasal 17 Peraturan Menteri Kominfo Nomor 9 Tahun 2018 mengatakan bahwa Izi Pita Frekuensi Radio (IPFR) dapat dicabut sebelum masa berlaku berakhir.
Hal ini karena pada pasal 21 ayat 1 huruf f menjelaskan bahwa pencabutan IPFR dilakukan apabila wajib bayar tidak melunasi pembayaran Biaya Hak Penggunaan (BHP) Frekuensi Radio untuk IPFR selama 24 bulan.
“Fatanya kedua wajib bayar tersebut (First Media dan Internux) sudah memiliki tunggakan sejak tahun 2016. Dengan demikian pencabutan harus dilakukan dengan prosedur pemberian surat peringatan tiga kali berturut-turut (tenggang waktu antar surat adalah satu bulan) kepada wajib bayar,” tegas Yustinus.
Hal yang juga disoroti adalah terkait penerimaan negara. Besaran hutang PNBP First Media dan Internux sebesar Rp 364 miliar dan Rp 343 miliar. Jumlah tersebut sangat besar dan negara akan rugi jika terjadi penundaan pembayaran PNBP karena pemasukan negara tertunda.
“Padahal saat ini negara sedang mengalami shortfall sehingga butuh penerimaan dan butuh tambahan penerimaan untuk pembiayaan pembangunan. Berarti penundaan ini cukup merugikan negara,” tutur Yustinus.
Menurut Yustinus permohonan PNBP ditujukan kepada Menkominfo Rudiantara untuk disampaikan kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani agar dapat diberikan persetujuan atau penolakan atau tindakan tindakan lainnya.
“Dalam hal permohonan telah disetujui oleh Menteri Keuangan, maka penjadwalan akan ditentukan oleh Menkominfo Rudiantara,” tambahnya,
Maka dari itu demi memberikan kepastian hukum dan menciptakan iklim penegakan hukum yang kondusif bagi penerimaan negara, dan agar tidak menjadi preseden buruk bagi pemungutan PNBP, Rudiantara seyogianya segera memberikan peringatan tertulis untuk menagih tunggakan dan memenuhi ketentuan dalam rangka pencabutan ijin.
“Sedangkan Menteri keuangan sebagai penanggung jawab dan pemegang otoritas bidang PNBP dapat melakukan pemantauan dan pengawasan demi memastikan pemungutan dan pemenuhan kewajiban PNBP dilakukan sesuai Undang-undang,” tutup Yustinus.
Sebelumnya, Kementerian Kominfo telah menerima proposal perdamaian pembayaran dari PT First Media Tbk (KBLV) dan PT Internux (Bolt) terkait tunggakan Badan Biaya Hak Penggunaan Radio (BHP) Frekuensi.
Menurut Plt Kabiro Humas Kominfo, Ferdinandus Setu mereka menerima proposal tersebut pada pukul 12.00 WIB tadi dan akan mempelajarinya bersama Direktur Jenderal (Dirjen) Kekayaan Negara Isa Rachmatarwata.
“Jadi Dirjen SDPPI Pak Ismail sedang menuju Dirjen Kekayaan Negara Pak Isa untuk membahas teknik pembayarannya seperti apa. Kami hargai proposal perdamaian yang diajukan dua perusahaan ini,” ucap Ferdinandus Setu di Kantor Kominfo, Senin (19/11)
Ferdinandus mengatakan bahwa sampai saat ini SK Pencabutan Izin Penggunaan Frekuensi Radio masih diproses. Dirinya membantah jika mereka tidak jadi akan membuat SK Pencabutan tersebut.
Sumber : Telset.id