YOGYAKARTA – Mendung tipis menyelimuti Puri Brata, Padukuhan Kalimundu, Gadingharjo, Sanden, Bantul, DI Yogyakarta, pada Senin (11/11/2024).
Belasan sepeda, mulai dari sepeda ‘unta’ hingga sepeda kecil, siap mengikuti kegiatan sepeda bareng pra Ngayogjazz.
Acara dimulai dengan upacara singkat yang dihadiri Sekretaris Dinas Pariwisata DIY, Lis Dwi Rahmawati, dan Lurah Gadingharjo, Darsono.
Bendera star berwarna merah dan kuning dikibarkan sekitar pukul 15.00 WIB, diikuti semangat para pesepeda dari anak-anak hingga orang dewasa. Setelah beberapa meter mengayuh, rombongan berhenti di perempatan, di mana terdapat rumah sederhana yang menjadi sentra pembuatan jamu ‘Senok Herbal’.
Peserta satu per satu mengambil jamu dalam botol kecil yang telah disediakan. “Ayo ambil biar kuat mengayuhnya,” ajak salah satu peserta.
Pemilik rumah yang ramah juga mempersilahkan para pegowes untuk menikmati jamu tersebut.
Sebagian peserta meminumnya di tempat, sementara yang lainnya membawanya sebagai bekal berkeliling kampung.
Mereka kemudian melanjutkan perjalanan menuju galeri komunitas pengelolaan sampah Kalimundu, di mana peserta diajak melihat gaun hasil olahan sampah.
Di dalam rumah berbentuk limasan itu, berbagai gaun tergantung rapi.
Banyak Masyarakat Belum Tahu Aturannya Gaun-gaun tersebut terbuat dari sampah warga Kalimundu.
Setelah mendapatkan penjelasan selama sekitar 10 menit, peserta melanjutkan perjalanan menuju Masjid Al-Barokah untuk melaksanakan shalat asar bagi yang menjalankannya. Sebagian peserta juga mampir di Kelompok Wanita Tani (KWT) Guyub Rukun, merasakan suasana pedesaan yang mengalir dalam setiap kayuhan mereka.
Menyusuri jalan perkampungan yang lebar sekitar 2 meter, warga setempat menyapa dengan ramah.
Peserta dimanjakan dengan pemandangan lahan persawahan yang sebagian ditanami jagung, padi, dan palawija. Singgah di makam Lihat Foto Kayuhan sepeda rombongan berhenti di sebuah pemakaman yang tidak biasa.
Dikelilingi pepohonan rimbun dan pagar makam yang bertuliskan aksara Jawa, terdapat pintu besar berwarna putih dengan bingkai hijau.
Papan berwarna hijau dengan lambang Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat bertuliskan ‘Makam Ngujung Kasuran Bray Asmoro wati HB I Ngayogyakarta’ menjadi penanda penting.
Makam tersebut merupakan tempat peristirahatan salah satu selir Sri Sultan HB I yang bertahta dari tahun 1755 hingga 1792.
Sebagian pesepeda sempat berziarah, sementara yang lainnya menyimak sejarah lisan dari abdi dalem yang ada di sana. Perjalanan kemudian dilanjutkan ke rumah Mbah Waji, di mana mereka menikmati getuk yang terbuat dari talas dan nasi kucing.
Setelah beristirahat sejenak, rombongan melanjutkan perjalanan menyusuri jalan aspal dan ladang pasir.
Tak jarang, para pegowes menyapa petani yang sebagian sudah dikenal, dengan sapaan ramah dan ucapan semangat yang menambah energi baru bagi mereka setelah menempuh sekitar 2 kilometer.
Yono, salah satu peserta berusia sekitar 70 tahun, mengaku antusias mengikuti event kali ini. “Antusias, asyik saja,” ucap dia.
Sementara itu, peserta lainnya, Muntowil, menilai bahwa lokasi di Padukuhan Kalimundu memiliki potensi besar untuk wisata sepeda.
“Memang tempat yang bagus banget, moment kita gerakkan kembali potensi yang kita lihat setiap kayuhan, ini menunjukkan kearifan lokal gaya Kalimundu,” ucap dia.
Potensi kalurahan terus digali Rombongan berhenti di lahan yang ditanami cabai, singkong, dan tanaman lainnya.
Beberapa peserta berfoto dan ada yang memetik cabai. Ini merupakan spot terakhir sebelum kembali ke lokasi awal.
“Kegiatan ini mengenalkan ekologi, bagaimana pengolahan material pangan lokal bisa diolah, contohnya tadi talas, jamu, kemudian tentang pertanian yang bisa diolah.
Di sini pertanian lahan pasir,” kata salah satu penggagas acara, Cahyo Bandhono.
Cahyo menambahkan bahwa acara ini bertujuan untuk membuka pemikiran masyarakat tentang pentingnya kerja sama dalam menyongsong Indonesia emas, serta membangun kerukunan ke depannya.
Ia juga menyatakan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari persiapan Ngayogjazz 2024.
“Di desa ini bisa semua dilakukan, dan bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin.
Desa ini terkecil dibanding desa lain, namun bisa optimal dalam hal pangan, kreatif, dan kuliner,” ujarnya.
Kegiatan bersepeda di Padukuhan Kalimundu, Kalurahan Gadingharjo, telah digagas oleh Pokdarwis dan terus digiatkan.
Ketua Pokdarwis Sindung, Oki Dwi Antoro, mengungkapkan bahwa konsep sepeda keliling kampung telah ada setahun lalu, dan akan diubah agar lebih menarik ke depannya.
Pada tanggal 16 November 2024 mendatang, Ngayogjazz akan digelar di Gadingharjo, diharapkan dapat memperkenalkan potensi daerah, termasuk ‘pasar opo’, pasar yang digelar setiap 35 hari sekali untuk menampilkan UMKM di Kalurahan Gadingharjo.
Lurah Gadingharjo, Darsono, mengakui bahwa wilayahnya tidak memiliki jalan besar meskipun dekat dengan kawasan pasar.
“Potensi sepeda sangat tinggi, dulu pernah ada mampir di KWT dan UMKM. Bisa juga dikembangkan nanti ada arahnya,” ujar dia.
Sepinya wilayah Gadingharjo terlihat dari beberapa kios yang disewakan pun sepi, namun harapan mulai tumbuh setelah adanya Ngayogjazz.
“Dengan adanya Ngayogjazz, kami berharap bisa ikut mengembangkan kegiatan di masyarakat sini,” tambah Darsono.
Panewu Sanden, Deni Ngajis Hartono, mendukung langkah membangkitkan kembali potensi daerah tersebut, sesuai dengan instruksi Gubernur DIY Sri Sultan HB X yang menyebutkan selatan sebagai pintu gerbang DIY.
“Insya Allah ini embrio kita, kebetulan ini acara pra Ngayogjazz itu toh,” tutup Deni.(kompas.com)